BAB I
PENDAHULUAN
WHO memperkirakan bahwa pada tahun 2030 akan terjadi lonjakan insiden kanker sebesar 300% secara global di dunia, dan 70% dari lonjakan tersebut akan terjadi di negara berkembang termasuk Indonesia. Dengan demikian dapat diperkirakan bahwa di negara berkembang akan terjadi lonjakan jumlah penderita kanker sebanyak ± 500% pada tahun 2030, bila tidak dilakukan tindakan promosi maupun pencegahan secara intensif pada masyarakat, termasuk didalamnya pola hidup sehat.
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan tahun 2007, diketahui bahwa prevalensi kanker di Indonesia adalah 4,3 per 1.000 penduduk. Bahkan di beberapa daerah prevalensi tersebut lebih tinggi, seperti 7,4 per 1.000 penduduk di Jakarta, 8,1 per 1.000 penduduk di Jawa Tengah, dan 9,6 per 1.000 penduduk di DI Yogyakarta.
Angka Kematian oleh kanker pun cenderung meningkat. Pada tahun 1984 kanker masih menempati urutan ke-6 penyebab kematian di Indonesia, namun saat ini telah bergeser ke urutan ke-5 dan diperkirakan akan terus meningkat sesuai dengan penambahan angka kejadian kanker bila tidak dilakukan promosi seperti melakukan deteksi dini pada masyarakat.
Ilmu Onkologi Radiasi merupakan perpaduan cabang ilmu Radiologi dan Onkologi. Dengan adanya perkembangan yang pesat dibidang teknologi kedokteran, khususnya di bidang peralatan radiologi dan radioterapi, turut berkembang pula ilmu Onkologi Radiasi dan fasilitas peralatannya dengan kemampuan yang semakin baik untuk memberikan terapi maksimal pada tumor dengan efek minimal pada daerah sekitar. Radioterapi atau terapi radiasi adalah metoda pengobatan dalam penyakit kanker dengan menggunakan sinar radiasi pengion, dan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari upaya penatalaksanaan pengobatan kanker secara keseluruhan, disamping Bedah Onkologi dan Onkologi Medik. Berdasarkan data dari Amerika Serikat dan India, tidak kurang dari 60-70% penderita kanker pada perjalanan penyakitnya suatu saat akan memerlukan pengobatan radiasi.
Seperti telah disebutkan sebelumnya bahwa berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun 2007 diketahui bahwa prevalensi kanker di Indonesia per tahun adalah 4,3 diantara 1.000 penduduk, dengan insidens 100 per 100.000 penduduk. Dengan demikian, maka diperkirakan terdapat 237.000 kasus baru (bila dihitung dari data populasi di Indonesia pada tahun 2010 sejumlah 237 juta jiwa). Dari jumlah pasien kanker tersebut yang akan membutuhkan terapi radiasi adalah 118.778 kasus / tahun, dengan 3 jenis kasus terbesar adalah kanker nasofaring, kanker payudara, dan kanker serviks.
Saat ini di Indonesia sesuai dengan data Juni 2013 terdapat 29 Pusat Pelayanan Radioterapi (23 RS Pemerintah dan 6 RS Swasta) dengan total 41 pesawat radiasi. Walaupun sudah terdapat penambahan jumlah pesawat radiasi selama kurun waktu 10 tahun terakhir ini namun jumlah tersebut masih jauh dari kebutuhan 1 MV/1 juta populasi yaitu 250 pesawat radiasi. Sementara itu, negara-negara tetangga saat ini dapat dikatakan berada pada tahap yang jauh lebih baik, dapat dilihat di tabel 1.
Tabel 1. Data negara, jumlah populasi, GNI per kapita, klasifikasi negara berdasarkan pendapatan, jumlah Pusat Pelayanan Radioterapi, jumlah pesawat radiasi, dan perbandingan jumlah pesawat radiasi dengan jumlah populasi
Country |
Population (millions)1 |
GNI2 |
Income group2 |
RT Centers3 |
RT Machines3 |
TT : Pop (millions) |
---|---|---|---|---|---|---|
Zambia |
14 |
$1,160.00 |
Lower-middle income |
1 |
2 |
1 : 7.0 |
Vietnam |
88 |
$1,270.00 |
Lower-middle income |
18 |
33 |
1 : 2.7 |
Sudan |
45 |
$1,310.00 |
Lower-middle income |
2 |
8 |
1 : 5.6 |
India |
1241 |
$1,420.00 |
Lower-middle income |
294 |
500 |
1 : 2.5 |
Phillipines |
96 |
$2,210.00 |
Lower-middle income |
29 |
36 |
1 : 2.7 |
Egypt |
83 |
$2,600.00 |
Lower-middle income |
35 |
57 |
1 : 1.5 |
Indonesia |
238 |
$2,940.00 |
Lower-middle income |
20 |
35 |
1 : 6.8 |
Tunisia |
11 |
$4,020.00 |
Lower-middle income |
10 |
15 |
1 : 0.7 |
China |
1346 |
$4,940.00 |
Upper-middle income |
1050 |
1526 |
1 : 0.9 |
Thailand |
70 |
$5,678.00 |
Upper-middle income |
28 |
68 |
1 : 1.0 |
South Africa |
51 |
$6,960.00 |
Upper-middle income |
36 |
67 |
1 : 0.8 |
Romania |
21 |
$8,140.00 |
Upper-middle income |
20 |
28 |
1 : 0.8 |
Turkey |
74 |
$10,410.00 |
Upper-middle income |
95 |
201 |
1 : 0.4 |
Brazil |
197 |
$10,720.00 |
Upper-middle income |
214 |
343 |
1 : 0.6 |
Germany |
82 |
$44,230.00 |
High-income |
289 |
589 |
1 : 0.1 |
Japan |
128 |
$44,900.00 |
High-income |
792 |
910 |
1 : 0.1 |
USA |
312 |
$48,620.00 |
High-income |
2734 |
3960 |
1 : 0.1 |
1 2011 World Population Data sheet. Population reference boureau, Available at: http://www.prb.org/pdf11/2011population-data-sheet_eng.pdf
2 GNI per capita, Atlas method (current US$) 2011. The World Bank. Available at: http://data.worldbank.org/indicator/NY.GNP.PCAP.CD
3 Directory of radiotherapy centres (DIRAC). International Atomic Energy Agency (IAEA). Updated 2011. Available at: http://www-naweb.iaea.org/nahu/dirac/map.asp.
Bila dibandingkan dengan negara middle-income lainnya yang memiliki populasi besar, dapat dicermati pula bahwa India, dengan jumlah populasi hampir 5x lipat Indonesia dan GNI lebih kecil ($1420), memiliki akses penanganan kanker lebih baik, dengan ketersediaan pesawat radiasi 1 : 2.5 juta populasi, sementara Cina dengan jumlah populasi 1,3 miliar memiliki rasio 1 : 0.9, dengan total jumlah pesawat radiasi 1526 buah.
Capaian tersebut antara lain disebabkan oleh besarnya peran pemerintah dalam usaha untuk memberikan akses pelayanan kanker yang merata bagi penduduk di negaranya. Tabel 2 menunjukkan pesatnya pertumbuhan fasilitas radioterapi di Cina selama era akhir tahun 1980-an hingga tahun 2011. Pemerintah Cina melihat besarnya kebutuhan fasilitas radioterapi di negaranya dan menyadari pentingnya akses pelayanan radiasi sebagai salah satu bagian dari penanganan kanker yang cost-effective bagi penduduknya sehingga pemenuhan kebutuhan tersebut mendapat prioritas. Bahkan dengan kondisi sekitar 1500 pesawat radiasi saat ini, negara Cina masih merasakan bahwa jumlah tersebut belum mencukupi.
Tabel 2. Data pertumbuhan Pusat Pelayanan Radioterapi dan jumlah peralatan radiasi di Cina, tahun 1986 hingga tahun 2011.
1986 |
1994 |
1997 |
2001 |
2006 |
2011 |
|
RT Centers |
264 |
369 |
453 |
715 |
952 |
1162 |
Linear Accelerators |
71 |
164 |
286 |
542 |
918 |
1296 |
Telecobalt units |
224 |
304 |
381 |
454 |
472 |
286 |
Brachytherapy Units |
78 |
217 |
282 |
379 |
400 |
317 |
X-Knife |
0 |
0 |
0 |
244 |
467 |
410 |
Gamma knife |
0 |
0 |
0 |
0 |
0 |
230 |
(Data dipresentasikan pada IAEA Pediatric radiation oncology meeting 2013 oleh representatif dari Hongkong-China) Sumber : Chinese Society of Radiation Oncology, YIN Wei-bo, CHEN Bo, ZHANG Chun-li, ZHANG Hong-zhi, LI Ye-xiong. The sixth nationwide survey on radiation oncology of continent prefecture of China in 2011. Chinese Journal of Radiation Oncology. 2011(6). p.453-457
Demikian pula dapat kita lihat pada tabel 3 pertumbuhan fasilitas peralatan radioterapi di negara India sejak tahun 1980 dengan 82 pesawat radiasi eksterna, hingga mencapai 461 unit di tahun 2011, hanya dalam kurun waktu 25 tahun. Dan jumlah tersebut masih akan terus bertambah karena dinilai belum mencukupi.
Tabel 3. Data pertumbuhan jumlah peralatan radiasi di India, sejak tahun 1980 hingga 2011.
1980 |
1985 |
1990 |
1995 |
2000 |
2005 |
2010 |
2011 |
|
Linear Accelerators |
2 |
6 |
13 |
23 |
24 |
68 |
157 |
221 |
Telecobalt units |
80 |
87 |
130 |
185 |
245 |
256 |
247 |
240 |
Brachytherapy Units |
8 |
11 |
31 |
49 |
66 |
73 |
168 |
198 |
(Data dipresentasikan pada IAEA Pediatric radiation oncology meeting 2013 oleh representatif dari India)
Dan bila dibandingkan dengan data pertumbuhan jumlah peralatan radiasi di Indonesia sejak tahun 1980an-2011, maka didapatkan pertumbuhan yang sangat perlahan dan bahkan cenderung plateau selama beberapa dekade, dikarenakan pengadaan pesawat radiasi yang cenderung ditujukan untuk penggantian alat lama/rusak dan hanya sedikit penambahan fasilitas baru, seperti tampak pada tabel 4 di bawah.
Tabel 4. Data pertumbuhan jumlah peralatan radiasi di Indonesia, sejak tahun 2004 hingga 2011.
1980s |
1990s |
2004 |
2008 |
2010 |
2011 |
|
Linear Accelerators |
6 |
8 |
8 |
17 |
16 |
20 |
Telecobalt units |
8 |
12 |
14 |
17 |
17 |
15 |
Secara keseluruhan perbandingan pertumbuhan fasiltas / peralatan radiasi di negara Cina, India, dan Indonesia dapat dilihat di tabel 5 dan grafik di bawah ini. Pada grafik disajikan data perbandingan jumlah pesawat dengan jumlah populasi pada tahun 1980-an, 1990-an, 2000-an, dan tahun 2011.
Tabel 5. Tabel perbandingan pertumbuhan jumlah pesawat radiasi per 1 juta penduduk dari tahun 1980 hingga tahun 2011 dari negara Cina, India, dan Indonesia, beserta dengan grafiknya. Sebagai acuan adalah rekomendasi IAEA 1 pesawat radiasi : 1.000.000 populasi.
Kesimpulan
Indonesia sebagai salah satu negara lower-middle income di kawasan Asia Tenggara saat ini masih ‘tertinggal’ dalam hal pemenuhan akses pelayanan kesehatan bagi masyarakatnya bila dibandingkan dengan negara-negara lain dengan GNI / populasi yang serupa. Untuk mengejar ‘ketertinggalan’ tersebut diperlukan komitmen dan peran serta dari Pemerintah, Profesi (advokasi) dalam pemenuhan fasilitas radioterapi sebagai bagian dari penanganan kanker yang cost-effective merupakan bagian dari pemenuhan akses pelayanan kesehatan bagi pasien kanker yang jumlahnya makin meningkat dan berdampak besar bagi produktivitas negara. Sehingga Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) mengajukan USULAN RENCANA STRATEGIK & ROADMAP pengembangan Radioterapi di Indonesia secara paripurna.
BAB II
STANDAR INTERNASIONAL, NASIONAL DAN PERHIMPUNAN PROFESI
BAGI PUSAT PELAYANAN RADIOTERAPI
Sebagai salah satu aplikasi radiasi / tenaga nuklir berenergi tinggi (megavoltage) dalam Bidang Kedokteran, penggunaan terapi radiasi diatur oleh peraturan dari berbagai badan pengawas penggunaan tenaga nuklir baik internasional maupun nasional, disamping juga Kementerian Kesehatan. Pengaturan dan pengawasan tersebut mencakup infrastruktur, struktur, fasilitas, sumber daya manusia termasuk Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, proses, keselamatan dan keamanan dalam menjalankan kegiatannya untuk menjamin keselamatan dan keamanan baik bagi pasien, masyarakat maupun petugas. Peraturan dan standar yang ada adalah sebagai berikut:
2.1. Internasional
- Setting up a Radiotherapy Programme: Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety Aspects (IAEA 2008)
- TEC-DOC 1588: Transition from 2-D Radiotherapy to 3-D Conformal and Intensity Modulated Radiotherapy
- Comprehensive Audits of Radiotherapy Practices: A tool for quality improvement (IAEA 2007)
2.2. Nasional
- Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1427 / menkes / SK / XII / 2006 tentang Standar Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit
- Panduan Keselamatan Pasien di Unit Pelayanan Radioterapi (Draft 2006)
- SK Ka Bapeten No. 21/Ka. Bapeten/XII-02 tentang Program Jaminan Kualitas Instalasi Radioterapi
- PERKA BAPETEN (terbit 2009) tentang Keselamatan Radiasi dalam Penggunaan Zat Radioaktif
2.3. Perhimpunan Profesi (Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia = PORI)
Berbagai teknologi yang telah teruji secara evidence based dalam bidang terapi radiasi berbasis keselamatan dan kualitas saat ini telah diselenggarakan oleh Pusat Pelayanan Radioterapi di Indonesia, dengan bench marking ke berbagai negara tetangga.
Pada tahun 2006, sebagai bagian dari misi audit IAEA QUATRO (Quality Assurance Team in Radiation Oncology) di Departemen Radioterapi RS Cipto Mangunkusumo sebagai Top Referral Hospital, dikeluarkan rekomendasi baik yang bersifat lokal maupun nasional tentang perkembangan minimal Pusat Pelayanan Radioterapi di Indonesia sebagai berikut (ref : Report of IAEA Expert team mission: C3-RAS/6/040 05 01, Comprehensive clinical quality audit in radiotherapy for frequent cancers in Jakarta, Indonesia, 17-21 April 2006)
- Penambahan 10 Pusat Pelayanan Radioterapi Primer (level I)
- Penambahan 6 Pusat Pelayanan Radioterapi Sekunder (level II)
- Menjadikan RSUPN-CM sebagai Pusat Pelayanan Radioterapi Tersier (level III)
Dengan target 1 MV / 1 juta penduduk, maka jika disesuaikan dengan jumlah penduduk yang mencapai 237.556.363 sesuai data BPS tahun 2010, idealnya Indonesia memiliki 250 pesawat radiasi.
Dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran pelayanan radiasi yang merata, berkualitas, efisien, efektif, terarah dan terpadu, maka dipandang perlu dibangun suatu sistem rujukan pelayanan radiasi berjenjang mulai dari Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat primer (level I) sampai tingkat tersier (level III) berdasarkan kapasitas regional, dengan bantuan pemerataan pelayanan dengan sistem Telemedicine Dengan demikian optimalisasi akses geografik dengan sistem rujukan yang tepat memerlukan perencanaan akurat dengan dukungan pemerintah, profesi dan masyarakat. Adapun pembagian Pusat Pelayanan Radioterapi atas level I (primer) hingga level III (tersier) ditetapkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) mengacu pada standar IAEA sebagai berikut:
2.3.1. Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat primer/dasar (Level I)
Pusat Pelayanan Radioterapi level I adalah Pusat Pelayanan Radioterapi dengan standar minimum, dengan beban kerja 500 pasien radiasi eksterna pertahun dan 200 pasien brakhiterapi per tahun. Kebutuhan peralatan minimal pelayanan radiasi adalah pesawat teleterapi, simulator, mould room, brakhiterapi, Treatment Planning System = TPS dan alat ukur.
Dengan kemajuan perkembangan ilmu dan teknologi termasuk kaidah keselamatan pasien, IAEA menganjurkan setiap Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat primer dapat menyediakan pelayanan radiasi hingga 3D-Conformal Radiotherapy = 3D-CRT. Namun mengingat kondisi nyata di lapangan, PORI membagi Pusat Pelayanan Radioterapi level I menjadi beberapa sub-level:
2.3.1.1. Level 1A minus
Tingkatan ini mencakup Pusat Pelayanan Radioterapi yang masih memiliki kekurangan dalam standar kebutuhan minimal.
2.3.1.2. Level 1A
Tingkatan ini mencakup Pusat Pelayanan Radioterapi yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal namun belum mampu menyediakan pelayanan 3D-CRT.
2.3.1.3. Level 1B
Tingkatan ini mencakup Pusat Pelayanan Radioterapi yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal dan telah mampu menyediakan pelayanan 3D-CRT.
2.3.2. Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat sekunder (Level II)
Pusat Pelayanan Radioterapi level II berfungsi sebagai pusat rujukan regional bagi Pusat Pelayanan Radioterapi primer. Adapun Pusat Pelayanan Radioterapi yang dikategorikan sebagai level II adalah Pusat Pelayanan Radioterapi yang memiliki fasilitas pelayanan Intensity Modulated Radiotherapy = IMRT atau Stereotactic RadioSurgery /Stereotactic RadioTherapy = SRS / SRT (dengan alat verifikasi radiasi minimal Electronic Portal Image Device / EPID ), serta pelayanan brakhiterapi.
2.3.3 Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat tersier (Level III)
Pusat Pelayanan Radioterapi level III adalah Pusat Pelayanan Radioterapi yang memiliki fasilitas pelayanan IMRT dan Stereotactic RadioSurgery /Stereotactic RadioTherapy = SRS/SRT (dengan alat verifikasi radiasi menggunakan Image Guided Radiotherapy = IGRT), serta pelayanan brakhiterapi. Pusat Pelayanan Radioterapi ini berperan sebagai pusat rujukan nasional dan center of excelence dalam pelayanan radiasi dan mengemban mandat untuk terus mengembangkan diri dan menjamin ketersediaan Pusat Pelayanan Radioterapi yang mengikuti perkembangan best-practice secara internasional.
Pedoman / Acuan / standar PORI :
- Standar Pelayanan Radioterapi di Rumah Sakit, PORI, 2006
- Standar Pendidikan Dokter Onkologi Radiasi, PORI, 2009 (disahkan oleh KKI)
- Standar Kompetensi Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, 2009 (disahkan KKI)
- Standar Profesi Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, 2007
- Panduan Penanganan kasus Radioterapi, PORI, 2007
BAB III
POTRET ONKOLOGI RADIASI INDONESIA 2010 – 2011
3.1. Pelayanan
Di Indonesia sampai dengan akhir tahun 2010 terdapat 21 Rumah Sakit yang memiliki fasilitas Radioterapi. Dari jumlah tersebut seluruhnya merupakan Rumah Sakit Pemerintah dengan distribusi sebagai berikut:
- 5 di Jakarta,
- 1 di Jawa Barat (Bandung)
- 4 di Jawa Tengah (Semarang, Yogyakarta, Solo, Purwokerto)
- 3 di Jawa Timur (2 Pusat Pelayanan Radioterapi di Surabaya, 1 di Malang)
- 5 di Sumatra (2 Pusat Pelayanan Radioterapi di Medan , akan tetapi di RS Pirngadi rusak total, 1 di Pekan Baru, 1 di Padang rusak total, dan 1 di Palembang)
- 1 di Bali
- 1 di Kalimantan (Banjarmasin – bantuan IAEA)
- 1 di Sulawesi (Makasar).
Pada akhir tahun 2010 pula, beberapa Rumah Sakit Swasta mulai menunjukkan minat untuk membuka Pusat Pelayanan Radioterapi, termasuk di Jakarta dan Semarang. Cakupan Pelayanan Radiasi di Indonesia pada Tahun 2010 dapat dilihat pada tabel 6.
Tabel 6: Cakupan Pelayanan Radiasi di Indonesia pada Tahun 2010
Propinsi |
Jumlah Penduduk (BPS 2010) |
Insidens (100/100.000) |
Kasus Radioterapi (50% kanker) |
Instalasi |
Kapasitas Pelayanan (2010) |
NADSumutSumbarRiau
Jambi Sumsel Bengkulu Babel Lampung DKI Banten Jawa Barat Jawa Tengah D I Yogyakarta Jawa Timur Bali NTB NTT Kalbar Kalteng Kalsel Kaltim Sulut Sulteng Sulsel Sulawesi Tenggara Gorontalo Sulawesi Barat Maluku Maluku Utara Papua |
4.486.570 12.985.075 4.845.998 5.543.031 3.088.618 7.446.401 1.713.393 1.223.048 7.596.115 9.588.198 10.644.030 43.021.826 32.380.687 3.452.390 37.476.011 3.891.428 4.496.855 4.679.316 4.393.239 2.202.599 3.626.119 3.550.586 2.265.937 2.633.420 8.032.551 2.230.569 1.038.585 1.158.336 1.531.402 1.035.478 3.612.854 |
4.487 12.985 4.846 5.543 3.089 7.446 1.713 1.223 7.596 9.588 10.644 43.022 32.381 3.452 37.476 3.891 4.497 4.679 4.393 2.203 3.626 3.551 2.266 2.633 8.033 2.231 1.039 1.158 1.531 1.035 3.613 |
2.243 6.493 2.423 2.772 1.544 3.723 857 612 3.798 4.794 5.322 21.511 16.190 1.726 18.738 1.946 2.248 2.340 2.197 1.101 1.813 1.775 1.133 1.317 4.016 1.115 519 579 766 518 1.806 |
– 2* 1 1 – 1* – – – 5 – 1 3* 1* 3 1* – – – – 1 – – – 1 – – – – – – |
0 1.100 204 240 0 250 0 0 0 4331 0 1.344 2.506 1.200 2.452 444 0 0 0 0 170 0 0 0 312 0 0 0 0 0 |
TOTAL NASIONAL |
237.556.363 |
237.556 |
118.778 |
21 |
14.553 |
*terdapat Cobalt/Linac yang rusa
Sumber Daya Manusia
Jumlah Dokter Spesialis Onkologi Radiasi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan pelayanan pasien baru sebanyak 118.778 kasus/tahunnya adalah 250 tenaga Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, sesuai rekomendasi bahwa dibutuhkan 1 Dokter Spesialis Onkologi Radiasi untuk setiap 250 kasus baru per tahunnya. Berdasarkan standar IAEA pula, nilai ‘over maximal capacity’ dengan teknologi konvensional adalah 600 kasus baru/pesawat (ref : Setting Up A Radiotherapy Programme: Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety Aspects, IAEA, 2008)
Dalam berbagai dokumen panduan dari IAEA ditekankan bahwa penggunaan klinik radiasi pengion merupakan proses yang kompleks dan melibatkan tenaga terlatih dari berbagai bidang keilmuan yang saling terkait satu sama lain. Staf fungsional minimal yang harus ada terdiri dari Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, Radiografer Terapi, Dosimetris, dan Fisika Medis (ref : Setting Up A Radiotherapy Programme: Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety Aspects IAEA, 2008)
Dibutuhkan satu fisika medis pada satu Pusat Pelayanan Radioterapi untuk 400 pasien per tahun, satu Dosimetris untuk setiap 300 pasien per tahun dan satu Radiografer Terapi untuk setiap 600 pasien per tahun, serta satu Perawat untuk 300 pasien per tahun. (ref : Setting Up A Radiotherapy Programme: Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety Aspects IAEA, 2008)
Berdasarkan data ketenagaan tahun 2010 beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi kekurangan atau tidak memiliki Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, seperti Medan, Pekanbaru, Purwokerto dan Malang, sehingga untuk menyelenggarakan pelayanan diperbantukan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi dari RSCM (dengan program supervisi 2 minggu/kali) dibantu RS lain terdekat yang mampu membantu. Demikian pula dengan tenaga Radiografer Terapi yang selain jumlahnya kurang, juga masih banyak yang bersertifikat Radiodiagnostik/Radiografi. Beberapa RS tidak memiliki tenaga dosimetris yang kemudian dirangkap oleh tenaga Fisika Medik.
Gambar 1: Jumlah tenaga yang tersedia tahun 2004-2010
3.2. Fasilitas dan Sarana Penunjang
3.2.1 Radiasi Eksterna
Peralatan di beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi seperti Medan, Padang, Jakarta, Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Malang, Makassar ada yang tidak dioperasionalkan karena rusak ataupun sudah terlalu tua. Laporan dari berbagai Pusat Pelayanan Radioterapi menyebutkan bahwa daftar tunggu pasien untuk mulai radiasi di berbagai Pusat Pelayanan Radioterapi terjadi cukup panjang seperti yang terjadi di RSCM hingga maksimal 4 bulan.
Jumlah peralatan radiasi eksterna yang dibutuhkan untuk melayani 118.778 pasien baru per tahun sesuai rekomendasi 600 pasien baru per alat radiasi per tahun adalah 250 peralatan yang harus tersebar dalam Pusat Pelayanan Radioterapi, berdasarkan geographic mapping dan population density Indonesia. Jumlah peralatan tahun 2010 hanya sebanyak 33 unit, yang terdiri atas 17 pesawat telecobalt dan 16 pesawat linear accelerator (tabel 7 dan gambar 2).
Tabel 7: Distribusi Pusat Pelayanan Radioterapi dan jenis alat radiasi ekterna berdasarkan propinsi)
Province |
Population (2010 Census) |
Radiotherapy Centers |
Cobalt |
Linac |
AcehNorth SumatraWest SumatraRiau
Jambi South Sumatra Bengkulu Lampung Bangka & Belitung Kepulauan Riau Jakarta West Java Banten Central Java Yogyakarta East Java Bali West Nusatenggara East Nusatenggara West Kalimantan Central Kalimantan South Kalimantan East Kalimantan North Sulawesi Central Sulawesi South Sulawesi Southeast Sulawesi Gorontalo West Sulawesi Maluku North Maluku West Papua Papua |
4.486.570 12.985.075 4.845.998 5.543.031 3.088.618 7.446.401 1.713.393 7.596.115 1.223.048 1.685.698 9.588.198 43.021.826 10.644.030 32.380.687 3.452.390 37.476.011 3.891.428 4.496.855 4.679.316 4.393.239 2.202.599 3.626.119 3.550.586 2.265.937 2.633.420 8.032.551 2.230.569 1.038.585 1.158.336 1.531.402 1.035.478 760.855 2.851.999 |
– 2 1 1 – 1 – – – – 5 1 – 3 1 3 1 – – – – 1 – – – 1 – – – – – – – |
– – 1 – – 1 – – – – 3 1 – 6 2* 1 1* – – – – 1 – – – – – – – – – – – |
– 1 – 1 – – – – – – 7 1 – 1* 1 3 – – – – – – – – – 1 – – – – – – – |
Overall |
237.556.363 |
21 |
17 |
16 |
*Ada peralatan yang rusak/perlu penggantian
Gambar 2: Pertumbuhan jumlah fasilitas (alat radiasi eksterna) yang tersedia di seluruh Pusat Radioterapi di Indonesia
Ketercakupan pelayanan radiasi di Indonesia masih belum merata, sebagaimana dapat dilihat pada gambar 3. Sistem rujukan juga belum berjalan dimana data menunjukkan bahwa Departemen Radioterapi RSCM sebagai Pusat Pelayanan Radioterapi level tersier melayani 67.3 % kapasitas pelayanan radiasi nasional (dari luar Jakarta dan luar pulau Jawa), dan memenuhi 15% kapasitas pelayanan radiasi di Indonesia (gambar 4). Hal ini tidak akan terjadi bilamana jumlah peralatan radioterapi mencukupi dan regional telah dilengkapi dengan Pusat Pelayanan Radioterapi level II sehingga sistem rujukan berjenjang dapat mengoptimalkan cakupan secara geografis maupun kapasitas.
Gambar 3: Ketercakupan radioterapi di Indonesia
Gambar 4: Rujukan yang diterima Departemen Radioterapi RSCM, 2010
Melihat situasi diatas, diperlukan penambahan peralatan di beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi untuk mengurangi daftar tunggu pasien radiasi, dan juga migrasinya pasien untuk mencari pelayanan radiasi. Disamping itu perlu pula menambah beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi baru terutama diluar Jawa dan Sumatra seperti Kalimantan, Sulawesi, NTB, Maluku dan Papua.
Tabel 8: Ketersediaan alat radioterapi per sejuta penduduk berdasarkan regional Tahun 2010
Regional |
Population (2010 Census) |
Radiotherapy Centers |
Cobalt |
Linac |
MV units/million |
AcehNorth SumatraWest SumatraRiau |
27.860.674 |
4 |
1 |
3 |
0,108 |
JambiSouth SumatraBengkuluLampung
Bangka & Belitung Riau Islands |
22.753.273 |
1 |
1 |
0 |
0,044 |
JakartaWest JavaBanten |
63.254.054 |
6 |
4 |
8 |
0,190 |
Central JavaDI Yogyakarta |
35.833.077 |
4 |
8 |
2 |
0,279 |
East Java |
37.476.011 |
3 |
1 |
3 |
0,107 |
BaliWest Nusa TenggaraEast Nusa Tenggara |
13.067.599 |
0 |
0 |
0 |
0,077 |
West KalimantanCentral KalimantanSouth KalimantanEast Kalimantan
North Sulawesi Central Sulawesi South Sulawesi Southeast Sulawesi Gorontalo West Sulawesi |
31.131.941 |
2 |
1 |
1 |
0,064 |
MalukuNorth MalukuWest PapuaPapua |
6.179.734 |
0 |
0 |
0 |
0 |
Overall |
237.556.363 |
21 |
17 |
16 |
0,139 |
Dari tabel 8 tampak bahwa pesawat/juta populasi masih berkisar antara 0,044 – 0,279 dengan rata-rata 0.139. Angka tersebut masih sangat jauh dari standar IAEA 1/1 juta populasi. Sehingga dianggap perlu untuk melalukan suatu Rencana Strategik dan Road Map pengembangan Pelayanan Radioterapi di Indonesia secara lebih sistematik .
3.2.2. Brakhiterapi
Hingga akhir tahun 2010, peralatan brakhiterapi tersedia di 10 Pusat Pelayanan Radioterapi di Indonesia. Sembilan di antaranya menggunakan peralatan microselectron, sedangkan sisanya menggunakan peralatan gammamed. Sembilan Pusat Pelayanan Radioterapi yang menggunakan microselectron (tahun 2000) adalah sebagai berikut:
- RS. Adam Malik, Medan,
- RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
- RS. Kanker Dharmais, Jakarta,
- RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung,
- RS. Dr. Moewardi, Solo (tidak operasional),
- RS. Dr. Kariadi, Semarang,
- RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta,
- RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar (tidak operasional),
- RS. Persahabatan, Jakarta
Peralatan Gammamed (tahun 2000) digunakan di satu Pusat Pelayanan Radioterapi (RS. Dr. Soetomo, Surabaya).
BAB IV
RENCANA STRATEGIK DAN ROADMAP
PENGEMBANGAN RADIOTERAPI INDONESIA, 2010-2035
Dalam Pengembangan Pusat Pelayanan Radioterapi diperlukan beberapa hal yang sejalan, yaitu peralatan dan Sumber Daya Manusia (SDM)
PERALATAN
4.1 Tahap 1. 2010-2015
Sasaran dari Tahap 1 ini adalah:
- Pemenuhan kebutuhan Pusat Pelayanan Radioterapi eksisting sesuai persyaratan minimal.
- Pemerataan akses geografis terutama wilayah Indonesia bagian timur untuk mencapai 20% dari kebutuhan 1 MV/1 juta populasi
- Set up sistem rujukan melalui upgrade beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi menjadi level II.
- Melengkapi kebutuhan brakhiterapi di Pusat Pelayanan Radioterapi yang ada.
4.1.1 Tahap 1. Prioritas I
Pemenuhan kebutuhan Pusat Pelayanan Radioterapi eksisting, kebutuhan minimal sesuai standar Basic Radiotherapy Centre IAEA
4.1.1.1 Re-evaluasi kelengkapan sesuai standar acuan dalam Setting Up a Radiotherapy Programme : Clinical, Medical Physics, Radiation Protection and Safety (IAEA 2008)
4.1.1.1.1 Pusat Pelayanan Radioterapi Level I
Standar minimum untuk Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat primer/dasar (level I), dengan beban kerja 500 pasien pertahun radiasi eksterna dan 200 pasien per tahun brakhiterapi adalah sebagai berikut :
- Pesawat radiasi eksterna (teleterapi), Simulator, Mould room, TPS, dan Alat ukur
- Brakiterapi
Terdapat dua Pusat Pelayanan Radioterapi yang mengalami rusak total dan memerlukan penggantian total yaitu RS. Pirngadi, Medan dan RS. Dr. M. Djamil, Padang.
- Level IA Minus
Pusat Pelayanan Radioterapi yang mempunyai kekurangan salah satu atau lebih pada standar kebutuhan minimal.
Pusat Pelayanan Radioterapi yang termasuk level ini adalah:
- RS. Dr. Moewardi, Solo
- RS. Dr. Kariadi, Semarang
- RS. Dr. Ulin, Banjarmasin
- RS. Dr. Moh Husein, Palembang
- RS. Dr. Saiful Anwar, Malang
- RS. Dr. Margono, Purwokerto
- RS. Dr. M. Djamil, Padang
- Level IA
Pusat Pelayanan Radioterapi yang telah memenuhi standar kebutuhan minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan untuk melaksanakan pelayanan Radiasi 3D conformal. Pusat Pelayanan Radioterapi yang memenuhi level ini adalah:
- RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makasar
- RS. Persahabatan, Jakarta
- RS. Sanglah, Denpasar
- Level IB
Pusat Pelayanan Radioterapi yang mampu memberikan pelayanan radiasi 3D Conformal . Pusat Pelayanan Radioterapi yang termasuk level ini adalah
- RS Pusat Pertamina, Jakarta
- RSPAD Gatot Subroto, Jakarta
- RS Kanker Dharmais, Jakarta
- RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung
- RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta
- RS. Dr. Soetomo, Surabaya
- RSAL Dr. Ramelan, Surabaya
- RS. Dr. Arifin Ahmad Pekan Baru
- RS. Adam Malik, Medan
4.1.1.1.2. Pusat Pelayanan Radioterapi Level II
Pusat Pelayanan Radioterapi yang memiliki fasilitas pelayanan IMRT atau SRS/SRT (dengan EPID/IGRT). Tidak ada Pusat Pelayanan Radioterapi dengan level ini.
4.1.1.1.3. Pusat Pelayanan Radioterapi Level III
Pusat Pelayanan Radioterapi yang memiliki fasilitas pelayanan IMRT dan SRS/SRT (dengan EPID/IGRT). Pusat Pelayanan Radioterapi pada level ini adalah Departemen Radioterapi RSCM
4.1.1.2 Pemenuhan kebutuhan untuk melengkapi Pusat Pelayanan Radioterapi level IA minus menjadi IA (sesuai dengan standar minimal) dan melengkapi kebutuhan alat ukur untuk Pusat Pelayanan Radioterapi pada level yang lebih tinggi.
Tabel 9: Estimasi Kebutuhan Pemenuhan kebutuhan minimal Radiasi Eksterna Pusat Pelayanan Radioterapi Level I
No |
Rumah Sakit |
Kebutuhan |
Keterangan |
1 |
RS. Dr. Moewardi, Solo | Alat Ukur:
|
Pelayanan radiasi dengan pesawat Cobalt-60 telah dilakukan sejak tahun 2005, namun sampai saat ini belum memiliki alat ukur / alat kalibrasi |
2 |
RS. Dr. Kariadi, Semarang |
|
Pesawat Simulator yang ada (pengadaan th. 1996) saat ini dalam keadaan rusak berat sehingga tidak memungkinkan untuk diperbaiki |
3 |
RS. Ulin, Banjarmasin |
|
Saat ini pelayanan terapi radiasi masih menggunakan CT Scan yang di upgrade untuk menjadi Simulator, tidak memiliki Surveymeter untuk mengukur paparan sinar gamma |
4 |
RS. Dr. M. Hoesin, Palembang |
|
Alat ukur tidak memadai/ hanya memiliki 1 alat ukur, pesawat Simulator yang lama dalam keadaan rusak berat dikarenakan sudah tua (th. 1985), tidak memiliki TPS. Dengan diusulkannya alat-alat tersebut diharapkan RS. Dr. M. Hoesin Palembang dapat memenuhi Standar Minimal Operasional Radioterapi |
5 |
RS. Dr. Saiful Anwar, Malang |
|
Tidak memiliki peralatan mould room |
6 |
RS. Dr. Margono,Purwokerto | Seluruh Peralatan Mould Room | Tidak memiliki peralatan mould room |
7 |
RS. Dr. M. Djamil, Padang | Memerlukan Penggantian Seluruh Alat Pesawat Radiasi, Simulator, TPS, Dosimetri, Mould Room | – |
8 |
RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung |
|
Pesawat Simulator yang lama sudah beroperasional ± 11 tahun (th. 1999) dan sering mengalami gangguan sehingga pelayanan pasien seringkali terganggu |
9 |
RS. Dr. Soetomo, Surabaya | Alat Ukur/Alat Kalibrasi:
|
Alat Ukur yang ada dalam keadaan rusak |
10 |
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta | Alat Ukur/Alat Kalibrasi :
|
Alat Ukur yang ada sudah sejak tahun2000 |
11 |
RSUD Sanglah,Denpasar | Seluruh peralatan mouldroom | |
12 |
RS. Persahabatan,Jakarta | Surveymeter |
4.1.2 Tahap 1. Prioritas II
Sebagai prioritas kedua pada tahap pertama ini, dilakukan penambahan Pusat Pelayanan Radioterapi baru untuk pemerataan akses geografis, terutama pada Indonesia bagian timur. Pusat Pelayanan Radioterapi primer ke sekunder dengan memperlengkapi Pusat Pelayanan Radioterapi level IA menjadi IB.
4.1.2.1. Penambahan 4 Pusat Pelayanan Radioterapi baru untuk melayani regional yang belum tersentuh/under- covered:
- Papua & Maluku
- Sulawesi Utara/Manado
- Nusa Tenggara Barat/Mataram
- Kalimantan Barat/Pontianak
- Mengubah Pusat Pelayanan Radioterapi level IA menjadi Pusat Pelayanan Radioterapi level IB Penggantian tiga 2D TPS menjadi 3D TPS
- Penambahan tiga unit computerized cutting machine
Pada Pusat Pelayanan Radioterapi berikut:
- RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar
- RS. Persahabatan, Jakarta
- RS. Sanglah, Bali
4.1.3 Tahap 1 Prioritas III
Penambahan Pusat Pelayanan Radioterapi baru untuk optimalisasi akses geografis, setup sistem rujukan, upgrade beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi menjadi level II dan penambahan alat untuk tiap regional/pulau
4.1.3.1. Penambahan beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi untuk optimalisasi cakupan pelayanan (Tujuan: meminimalisir transportasi jarak jauh bagi pasien ke Pusat Pelayanan Radioterapi)
- Sumatra
- Kalimantan
- Sulawesi
- Maluku
4.1.3.2. Upgrade Pusat Pelayanan Radioterapi menjadi level II sehingga dapat menjadi rujukan regional sesuai dengan kebutuhan geografis. Upgrade berupa pemenuhan kebutuhan seperti alat ukur, EPID, Multi Leave Collimator = MLC, Inverse planning TPS untuk pelaksanaan IMRT & SRT/S pada Pusat-pusat Pelayanan Radioterapi sebagai berikut:
- RS. Kanker Dharmais, Jakarta
- RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung
- RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta
- RS Kariadi, Semarang
- RS. Dr. Soetomo, Surabaya
- RS. Dr. Arifin Ahmad, Pekanbaru
- RS. Adam Malik, Medan
Pusat Pelayanan Radioterapi level III diharapkan dapat terus mengembangkan diri mengikuti perkembangan terkini.
4.1.3.3. Penambahan alat di Pusat Pelayanan Radioterapi eksisting untuk mengurangi beban kerja pada pusat tersebut sehingga dapat mengoptimalisasikan akses geografis sesuai kebutuhan regional/pulau.
Upaya ini dilakukan secara bertahap melalui program 5 tahunan untuk memenuhi kebutuhan ideal dimana dibutuhkan 1 MV/1 juta populasi dengan target 20% kebutuhan nasional terpenuhi pada akhir program I dan 15% pada setiap akhir program 5 tahunan berikutnya.
4.1.3.4. Setup sistem rujukan. Sistem rujukan Pusat Pelayanan Radioterapi berjenjang dari Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat primer sampai tingkat tersier berdasarkan kebutuhan tatalaksana kanker dan kapasitas regional.
Sistem ini dibutuhkan untuk mengoptimalkan cakupan secara geografis secara kwalitas dan kapasitas sehingga dapat mengurangi beban pada Pusat Pelayanan Radioterapi tingkat tersier.
- Primer: RT Eksterna + BT — level I
Melayani pasien kanker di kota/propinsi atau area sekitar yang terjangkau
- Sekunder: RT Eksterna + BT — level II
Melayani pasien kanker di area regional yang tidak dapat ditangani di Pusat Pelayanan Radioterapi Primer karena keterbatasan ketersediaan alat / teknologi. Pusat-pusat Pelayanan Radioterapi sekunder ini akan ditempatkan di kota-kota yang memiliki akses memadai ke Pusat-pusat Pelayanan Radioterapi primer, yaitu:
- Medan
- Jakarta
- Yogyakarta
- Semarang
- Surabaya
- Manado
- Tersier: RT Eksterna+BT dengan seluruh kemampuan high technology — level III Berfungsi sebagai pusat rujukan dan pelatihan di tingkat nasional.
Peran ini akan diemban oleh RSCM sebagai pusat rujukan nasional.
4.1.3. 5 Pemenuhan kebutuhan pelayanan brakhiterapi.
Sesuai standar IAEA, maka Pusat Pelayanan Radioterapi harus dilengkapi dengan brakhiterapi, maka diharapkan pada akhir Tahap 1 seluruh Pusat Pelayanan Radioterapi yang ada telah dilengkapi dengan brakhiterapi.
Pusat Pelayanan Radioterapi yang perlu dilengkapi / penggantian brakhiterapi yang mengalami kerusakan adalah sebagai berikut:
- RS. Adam Malik, Medan,
- RS. Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta,
- RS. Kanker Dharmais, Jakarta,
- RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung,
- RS. Dr. Moewardi, Solo (tidak operasional) ,
- RS. Dr. Kariadi, Semarang,
- RS. Dr. Sardjito, Yogyakarta,
- RS. Dr. Wahidin Sudirohusodo, Makassar (tidak operasional),
- RS. Persahabatan, Jakarta
- RS. Sutomo, Surabaya
Pelayanan brakhiterapi pada Pusat Pelayanan Radioterapi lain yang belum memiliki brakhiterapi:
- RS. Dr. M. Djamil, Padang
- RS. Dr. Ulin, Banjarmasin
- RS. Sanglah, Bali
- RS. Dr. Saiful Anwar, Malang
- RS. Dr. Moh. Husein, Palembang
- RS. Dr. Margono, Purwokerto
- RSPAD. Gatot Subroto, Jakarta
- RS. Dr. Arifin Ahmad, Pekanbaru
Selain itu, perlu pula perencanaan yang matang pada proses pendirian setiap Pusat Pelayanan Radioterapi baru agar selalu diperlengkapi dengan fasilitas brakhiterapi
4.2. Tahap 2. 2015 – 2035
4.2.1. Penambahan alat radioterapi di tiap Pusat Pelayanan Radioterapi dan penggantian alat berusia >10 tahun untuk optimalisasi kapasitas pelayanan sesuai kebutuhan propinsi/regional
4.2.2. Evaluasi kapasitas pelayanan dan waktu tunggu / waiting list
4.2.3. Penambahan pesawat radioterapi, dengan prioritas pada Pusat Pelayanan Radioterapi disesuaikan dengan beban kerja dan kepadatan penduduk sebagai kelanjutan program 5 tahunan untuk mencapai kebutuhan 1 MV/1 juta populasi
4.2.4. Penggantian alat radioterapi yang telah berusia lebih dari 10 tahun
4.2.5. Penyesuaian sistem rujukan berdasarkan perubahan pemetaan beban kerja dan kapasitas regional
4.2.6. Pemerataan untuk memungkinkan tercapainya cakupan 75-90% di tiap regional (Waiting list < 6 minggu)
Gambar 5: Peta sistem rujukan radioterapi
Tabel 10 : Rencana Strategik mencapai 1 MV/1 juta populasi, 2010-2035
No
No |
Wilayah
Daerah |
Tahap I 2010/2015
|
Tahap II 2015/2035 |
Jumlah
Total |
|||
Program I |
Program II |
Program III |
Program IV |
||||
1 |
Aceh, Sumut,Sumbar, Riau |
6 |
5 |
5 |
5 |
7 |
28 |
2 |
Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung, Babel, Kepri |
5 |
5 |
5 |
5 |
5 |
23 |
3 |
DKI Jakarta, Jabar, Banten |
16 |
12 |
12 |
13 |
12 |
65 |
4 |
Jateng, DIY |
9 |
6 |
6 |
6 |
10 |
37 |
5 |
Jatim |
9 |
6 |
6 |
8 |
8 |
37 |
6 |
Bali, NTB,NTT |
4 |
3 |
3 |
3 |
3 |
14 |
7 |
Kalimantan |
4 |
3 |
3 |
3 |
2 |
14 |
8 |
Sulawesi |
4 |
3 |
4 |
3 |
4 |
18 |
9 |
Maluku, Papua |
3 |
1 |
1 |
2 |
2 |
9 |
TOTAL |
60 |
43 |
43 |
46 |
52 |
250 |
Pada akhir program 5 tahunan ini, di tahun 2035 diharapkan telah tercapai ratio 1 MV/1 juta populasi (tanpa memperhitungkan pertambahan penduduk) dengan tersedianya 250 pesawat radiasi di 40-50 Pusat Pelayanan Radioterapi di seluruh Indonesia.
Ratio ini akan kembali menurun bilamana tetap terjadi pertumbuhan penduduk dengan kondisi saat ini adalah 1.5% / tahun (data BKKBN), dan diperkirakan terdapat 340 juta penduduk, dan ratio ,menjadi 0.74 MV / 1 juta populasi.
SUMBER DAYA MANUSIA
Sumber Daya Manusia yang tercakup dalam Pusat Pelayanan Radioterapi adalah : Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, Fisikawan Medik, Radiografer Radioterapi, dan Dosimetris.
Untuk mencukupi sumber daya manusia diluar Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, PORI akan bekerjasama dengan Perhimpunan Profesi terkait.
4.3. Pemenuhan kebutuhan tenaga Dokter Spesialis Onkologi Radiasi
Dengan jumlah populasi penduduk Indonesia yang mencapai sekitar 250 juta, dan insiden kasus kanker baru 1/1000 penduduk, dimana 50-64% diantaranya akan membutuhkan terapi radiasi, maka didapatkan sekitar 118.778 pasien kanker yang membutuhkan terapi radiasi. Tentunya hal ini juga diiringi dengan peningkatan kebutuhan sumber daya manusia, antara lain Dokter Spesialis Onkologi Radiasi.
Berdasarkan standar IAEA, diperlukan 1 orang Dokter Spesialis Onkologi Radiasi untuk melayani 250 kasus baru per tahun dan satu senter dibutuhkan sedikitnya 1-2 tenaga Dokter. Dengan jumlah kebutuhan seperti diatas, diperlukan sekitar 250 Dokter Spesialis Onkologi Radiasi.
Saat ini jumlah Dokter Spesialis Onkologi Radiasi (2013) di Indonesia berjumlah 56 orang, sehingga masih diperlukan 194 Dokter Spesialis Onkologi Radiasi. Meski jumlah kebutuhan tersebut terbilang banyak, namun pemenuhan kebutuhan ini dimungkinkan untuk dipenuhi secara bertahap dengan adanya Program Pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi.
Percepatan pemenuhan tenaga Dokter Spesialis Onkologi Radiasi dimungkinkan dengan dibukanya Program Pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi bagi Dokter Umum (Sp1) di Fakultas kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo Jakarta, yang sebelumnya pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi dilaksanakan oleh RS Cipto Mangunkusumo dengan Perhimpunan Profesi dan berasal dari Dokter Spesialis Radiologi (setara Sp2).
FKUI dan Kolegium Onkologi Radiasi Indonesia dalam satu tahun rata-rata dapat meluluskan 10 – 15 Dokter Spesialis Onkologi Radiasi baru. Sehingga penambahan peralatan diatas dapat seiring dengan penambahan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi yang dihasilkan dalam kurun waktu yang sama adalah 22 x 12.5 lulusan = 275 Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, yang akan mengisi dan menambah jumlah tenaga di senter baru, maupun senter yang ada dengan penambahan peralatan radiasi eksterna, maupun brakhiterapi, dan menggantikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi yang pensiun.
Standar Pendidikan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi Kolegium Onkologi Radiasi, disahkan berdasarkan Keputusan Konsil Kedokteran Indonesia nomor: 149/KKI/XI/2009.
Untuk menambah jumlah lulusan Dokter Spesialis Onkologi Radiasi, diperlukan penambahan lahan pendidikan bagi Dokter Spesialis Onkologi Radiasi dengan persyaratan sebagai berikut :
- Pusat Pelayanan Radioterapi tersebut telah menjalani audit pelayanan radioterapi oleh PORI berdasarkan standar audit IAEA-QUATRO dan dinilai layak untuk menjadi lahan pendidikan.
- Memiliki tenaga pengajar yang qualified sebagai pengajar (mengikuti magang sebagai tenaga pengajar di Departemen Radioterapi FKUI / RSCM), kredibel dan bertanggung jawab terhadap jalannya pendidikan.
BAB V
PROGRESS PEMENUHAN USULAN RENCANA STRATEGIK DAN ROADMAP
PENGEMBANGAN RADIOTERAPI INDONESIA
5.1. Hasil Pemenuhan Tahap 1. Prioritas I
Pada tahap 1 prioritas I ini dilakukan pemetaan dan pemenuhan kebutuhan Pusat Pelayanan Radioterapi eksisting, minimal sesuai standar Basic Radiotherapy Centre IAEA
Terdapat beberapa pusat pelayanan yang masih kekurangan salah satu atau lebih pada standar kebutuhan minimal sehingga dikategorikan level IA minus. Selama tahun 2011 dan 2012 telah dilakukan pemenuhan kebutuhan untuk melengkapi Pusat Pelayanan Radioterapi level IA minus menjadi IA (sesuai dengan standar minimal) dan melengkapi kebutuhan alat ukur untuk Pusat Pelayanan Radioterapi pada level yang lebih tinggi. Hasil dari kegiatan tersebut dapat dilihat pada tabel 11.
Tabel 11: Hasil Pemenuhan Kebutuhan Peralatan Radiasi dan Penunjangnya, termasuk didalamnya memenuhi kebutuhan pusat Level IA Minus menjadi IA
No |
Rumah Sakit |
Kebutuhan |
Hasil yang dicapai |
1 |
RS. Dr. Moewardi, Solo | Alat Ukur: |
- Surveymeter
- Dosimeter: Water phantom, elektrometer, ionization chamber 0.6 cc
- Barometer + Thermometer
- Seluruh peralatan Mouldroom
Pemenuhan alat mouldroom dan surveymeter
2
RS. Dr. Kariadi, Semarang
- Simulator
- Surveymeter
- Treatment Planning System (TPS)
Pemenuhan TPS
3
RS. Ulin, Banjarmasin
- Simulator
- Alat Surveymeter / Personal Radiation Detector untuk pengukuran Gamma Dose Rates
4
RS Dr. M. Hoesin, Palembang
- Simulator
- Treatment Planning System (TPS)
- Dosimeter: water phantom, elektrometer, ionisation chamber 0.6 cc
- Barometer + thermometer
Penggantian seluruh peralatan penunjang radiasi
5
RS. Dr. Saiful Anwar, Malang
- Seluruh Peralatan MouldRoom
- Simulator
Pemenuhan simulator danmoulding set
6
RS. Dr. Margono,
Purwokerto
Seluruh Peralatan Mould Room
7
RS. Dr. M. Djamil, PadangMemerlukan penggantian seluruh Alat Pesawat Radiasi, Simulator, TPS, Dosimetri, Mould Room Pemenuhan seluruh peralatan radiasi dan penunjangnya
8
RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung
- Simulator
- Treatment Planning System (TPS)
- Surveymeter
Pemenuhan TPS
9
RS.Dr. Soetomo, SurabayaAlat Ukur/Alat Kalibrasi:
- Isocenter Test Device
- Dosimeter:Water phantom, Elektrometer, Ionisation chamber 0,6 cc
- Phantom untuk IMRT Dose Verification
- 3D Water Phantom (RFA) (e) Radiation Field Analyzer
- Barometer/ Thermometer
Pemenuhan dosimeter dan surveymeter
10
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo, JakartaAlat Ukur/Alat Kalibrasi :
- 3D Water Phantom
- Radiation Field Analyzer (RFA)
- Water phantom untuk pengukuran horizontal
- Surveymeter
Pemenuhan RFA
11
RSUD Sanglah, DenpasarSeluruh peralatan mouldroomPemenuhan moulding set
12
RS Persahabatan, JakartaSurveymeter
Dengan adanya pemenuhan peralatan tersebut saat ini maka seluruh Pusat Pelayanan Radioterapi IA minus saat ini telah berada pada level IA, dan sudah berada pada standar minimal IAEA.
5.2. Hasil Pemenuhan Tahap 1. Prioritas II
Dalam perkembangannya, saat ini terdapat beberapa daerah yang memiliki keinginan / dalam perencanaan untuk mengembangkan Pusat Pelayanan Radioterapi, dan berdasarkan letak geografis memiliki potensi cukup strategis. Daerah tersebut adalah Manado (KSO), Makasar (dana RS Pendidikan), Tarakan (inisiatif PEMDA setempat) , Pontianak.
Untuk pemenuhan SDM Onkologi Radiasi pada tempat – tempat tersebut telah dipersiapkan dari peserta didik dokter spesialis oleh Departemen Radioterapi FKUI / RSCM beserta Kolegium Onkologi Radiasi.
Saat ini berkembang 6 Pusat Pelayanan Radioterapi swasta di Bali (1), Semarang (1), Jakarta (2), Medan (2), dengan kapasitas, 3 Pusat Pelayanan Radioterapi / alat berada pada level 2 dan 3 Pusat Pelayanan Radioterapi / alat berada dalam level 1.
Sehingga saat ini total terdapat 42 alat radiasi yang terbagi didalam 27 senter.
5.3. Hasil Pemenuhan Tahap 1 Prioritas III.
Salah satu kegiatan dalam prioritas III ini adalah upgrade Pusat Pelayanan Radioterapi menjadi level II dengan pemenuhan kebutuhan seperti alat ukur, EPID, MLC, Inverse planning TPS untuk IMRT & SRT/S pada beberapa Pusat Pelayanan Radioterapi.
Dari Pusat Pelayanan Radioterapi yang direncanakan, saat ini RS Dr. Soetomo, Surabaya dalam persiapan akhir untuk dapat melakukan IMRT
Dua Rumah Sakit dengan pelayanan Radiasi pada level 2, di Jakarta dan Medan.
5.4. Target Untuk Sisa Waktu Program Tahap 1, 2013 – 2015
Walaupun telah terselenggaranya beberapa program dari rencana tahap 1 prioritas 1 sampai dengan 3, namun hasil tersebut belum dapat memberikan outcome yang bermakna terhadap peningkatan kapasitas Pusat Pelayanan Radioterapi. Hal ini disebabkan kegiatan yang telah berlangsung baru berupa perbaikan dasar untuk pemerataan kualitas Pelayanan Radiasi agar sesuai standar. Walaupun beberapa RS Swasta telah mulai operasional, namun keberadaannya juga tidak banyak mengurangi beban karena segmen layanan yang berbeda.
Dalam sisa waktu tahap I ini, yang perlu dilakukan adalah percepatan proses pengadaan alat radioterapi berupa penambahan alat pada pusat pelayanan eksisting ataupun pembukaan senter baru di regional yang belum terjamah. Proses percepatan tersebut dapat dijalankan dengan melakukan beberapa perubahan sbb :
- Penyederhanaan sistem proses pengadaan barang dan jasa pemerintah
- Permohonan penghapusan pajak impor alat kesehatan (realisasi UU RI 17/2006, tentang kepabeanan)
- Kemudahan proses KSO
Dengan dilakukannya poin 1 dan 2 diatas maka pengadaan alat radiasi akan menjadi lebih cepat dan mudah serta dengan biaya yang jauh lebih murah. Salah satu kendala utama dalam pengadaan alat radiasi adalah jauh lebih mahalnya harga pesawat radiasi dari distributor lokal dibandingkan harga awal dari produsen alat yang salah satunya disebabkan pajak impor barang, dan sistim penggunaan agen / supplier, first hand distributor, second hand distributor dll.
Proses KSO menjadi alternatif pemecahan masalah untuk pembelian pesawat radiasi yang memiliki harga sangat mahal. Agar proses KSO ini dapat berjalan baik diperlukan adanya pendekatan terhadap calon investor dengan suatu konsep dasar yang menjadi standar untuk setiap program KSO alat radiasi.
Selain usaha percepatan penambahan alat radiasi, kegiatan lain yang dapat menjadi prioritas untuk diselenggarakan adalah set up dari telemedicine radioterapi. Tujuan telemedicine ini adalah usaha pemerataan kwalitas pelayanan, dengan mentransfer kemampuan level Pusat Pelayanan Radioterapi yang lebih tinggi ke level yang lebih rendah, maka kemampuan Pusat Pelayanan Radioterapi di daerah dapat ditingkatkan dengan supervisi dari Pusat Pelayanan Radioterapi yang lebih tinggi levelnya.
Sehingga pasien di daerah dengan kasus kompleks dan membutuhkan teknik tinggi dapat terlayani. Hal ini dengan sendirinya akan meningkatkan kapasitas dan cakupan pelayanan di daerah tersebut.
BAB VII
PENUTUP
Akses terhadap pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan bagian dari hak-asasi manusia. Sekalipun radioterapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penatalaksanaan medik multidisiplin bagi pasien dengan penyakit kanker, akses terhadap pelayanan radioterapi di Indonesia masih sangat sulit, sehingga berdampak pada waktu tunggu yang sangat panjang di pusat-pusat pelayanan radioterapi. Dengan menggunakan asumsi minimal dari IAEA sebesar 1 unit megavoltage per 1 juta populasi sekalipun, Indonesia baru memiliki 10% dari jumlah peralatan radioterapi yang dibutuhkan. Dalam dokumen ini kami menyampaikan usulan rencana strategis pemenuhan kebutuhan radioterapi nasional untuk menjamin akses yang memadai bagi seluruh masyarakat Indonesia. Rencana strategik ini sangat membutuhkan komitmen dan peran serta pemerintah dengan melibatkan pula sektor swasta.