Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia mendorong pusat-pusat radioterapi untuk diaudit. Dari 24 pusat radioterapi di Indonesia, baru empat yang mau diaudit.
Ketua Perhimpunan Onkologi Indonesia dan Perhimpunan Onkologi Radiasi Indonesia (PORI) Prof Soehartati Gondhowiardjo, Senin (2/7), mengatakan, audit penting demi menekan angka kecelakaan medik dan meningkatkan keselamatan pasien pengobatan radiasi melalui penegakan penatalaksanaan pemakaian energi nuklir berstandar internasional.
”Empat pusat itu adalah RSUPN Cipto Mangunkusumo di Jakarta, RSUD dr Soetomo Surabaya, RS Pusat Pertamina Jakarta, dan RSUD dr Sardjito Yogyakarta,” ujarnya di sela-sela pelatihan regional bagi auditor potensial menggunakan metodologi Quality Assurance Team for Radiation Oncology (Quatro) di Jakarta.
Menurut Soehartati, jumlah penderita kanker di Indonesia kini 4,3 per 1.000 orang. Padahal, lima tahun lalu 1 per 1.000 orang. Terbanyak kanker leher rahim, payudara, dan nasofaring (rongga belakang hidung dan belakang langit-langit rongga mulut).
Sebanyak 120.000 penderita kanker membutuhkan terapi radiasi. Namun, baru 11.000 penderita kanker yang bisa mengakses karena terbatasnya pusat radioterapi. Di Kalimantan, hanya ada di Banjarmasin. Di Sulawesi, hanya ada di Makassar.
Guru Besar dari Universitas Katolik Leuven Belgia Pierre GM Scalliet mengatakan, audit radioterapi membantu terapi radiasi yang efektif dan efisien serta aman. Terapi radiasi yang tidak tepat bisa membahayakan pasien karena menyangkut penggunaan energi nuklir dengan tenaga sampai 20 megavolt.
”Audit dapat meminimalkan kecelakaan medik. Di AS dan Inggris, yang telah menerapkan audit, kecelakaan medik tidak bisa dihindari. Audit bersifat menyeluruh, tidak hanya kalibrasi peralatan, tetapi juga manusia yang mengoperasikan,” katanya.
Indonesia menggunakan jasa badan pengawas tenaga nuklir internasional, Badan Tenaga Atom Internasional (IAEA), sebagai auditor. IAEA menggunakan metodologi Quatro untuk audit komprehensif.
Pusat radioterapi tidak perlu takut diaudit. Hasilnya tak akan dipublikasikan dan tak ada sanksi apabila ditemukan kesalahan. Saat diaudit pertama kali tahun 2005, RSCM mendapat 52 rekomendasi perbaikan. Kini RSCM bersama PORI naik tingkat menjadi auditor bagi pusat radioterapi di Indonesia.